Menghidupkan Kembali Burung Phoenix
Dari Debu-Debu
Datanglah
ke tribun sebelah selatan Old Trafford suatu waktu nanti. Disanalah
kenangan-kenangan akan bocah-bocah ajaib milik Matt Busby itu diabadikan.
Tulisan ini hanya untuk
mengenang tragedi Munich Air Disaster. Dengan latar belakang peristiwa ini yang
mungkin akan selalu ada orang yang punya kepekaan dan kehangatan hati untuk
dapat memahami dan merasakannya.
Berawal dari kisah tragedi
yang pernah dialami oleh Manchester United. Cerita ini bermula…
57 tahun lalu, 6
februari 1958 pukul 15.04, waktu seakan-akan berhenti. Sebuah tragedi yang
sangat menyedihkan dalam sejarah sepakbola Inggris bahkan dunia. Kala itu
setelah pertandingan melawan Red Star Belgrade pada pertandingan perempat final
European Cup (Liga Champions) dengan sor 3-3 sekaligus menandai kelolosan
United di babak semifinal. Pesawat yang membawa pemain United, staf pelatih, dan
wartawan itu mengalami kecelakaan setelah gagal lepas landas di Munich-Riem
jerman Barat. Kecelakaan ini menewaskan 23 orang termasuk 8 diantaranya adalah
pemain United dan 3 orang staf pelatih. Tragedi ini yang akan terkenal nantinya
dengan sebutan “Munich Air Disaster”.
Sudah banyak tulisan
dalam kolom halaman, maupun berita di media online yang menulis kronologis
kejadian ini, dan aku tak harus menuliskannya kembali.
Busby
Babes, begitulah sebutan terkenal orang-orang untuk
seluruh punggawa Manchester United kala dipimpin oleh seorang pria Skotlandia
bernama Matt Busby. Tahun 1956-1958 adalah tahun dimana Manchester United
merajai Inggris dengan 2x juara liga secara beruntun di tahun 1956 dan 1957. Dan
di tahun 1958, Manchester United dijagokan kembali menjuarai Liga 3x secara
beruntun dan sekaligus mencetak rekor klub pertama yang memenangkan liga 3x secara
beruntun. Bahkan Busby Babes saat itu
diisi oleh sekumpulan anak muda yang rata-rata baru berusia 21 tahun.
Kita, atau mereka yang
mendukung Manchester United, akan selamanya mengenang bocah-bocah itu sebagai
bocah-bocah ajaib yang kelak akan menaklukkan Eropa. Namun, ke-kelak-an itu
dibabat oleh tragedi bernama mati muda. Kini, bocah-bocah Busby itu tinggal
hidup dari satu kenangan ke kenangan lain, dari satu cerita ke cerita lain.
S
ebut saja salah satu
anak muda itu bernama, Duncan Edwards. Pemain berusia 21 th yang berposisi
sebagai pemain belakang di skuad Busby Babes. Debut di United pada usia 16 th
dan telah bermain sebanyak 177 pertandingan untuk United di usia 21 th. Duncan
Edwards adalah salah satu pemain paling berbakat yang pernah dimiliki
Manchester United. Bakatnya ditemukan di usia 11 tahun oleh pemandu bakat
united kala itu. Pemain inilah yang akan digadang-gadang sebagai pemain yang
kelak akan menjadi salah satu pemain terbaik dunia. Konon ada yang mengatakan,
jika Edwards masih hidup dan terus bermain, mungkin kita tidak akan pernah
mendengar kebesaran nama Diego Maradona dan Pelle karena saking hebatnya
Edwards. Mungkin agak sedikit naïf, tapi memang benar demikian.
Edwards adalah
satu-satunya pemain yang membuat legenda united, Sir Bobby Charlton, minder.
“Saya
selalu merasa bisa dibandingkan dengan pemain manapun. Kecuali Duncan. Dia
tidak punya cela.” Ujar Charlton.
BBC pernah menggambarkan
Edwards demikian : “Sundulan kepala
Nemanja Vidic, tendangan Wayne Rooney, operan Paul Scholes, tenaga Roy Keane,
dan kepemimpinan Bryan Robson. Itulah kualitas Duncan Edwards.
Dia punya kharisma di
lapangan yang mungkin akan sama dengan kharisma sang raja Eric Cantona .
Bahkan dalam tulisan
lain, tahun dimana United merajai Eropa untuk pertama kalinya di tahun 1968
dengan dipimpin 3 pemain hebat dan berbakat saat itu yang dijuluki sebagai – The Holy Trinity – yg diisi Booby Charlton,
Dennis Law, dan George Best, yang patungnya diabadikan di depan stadion old
Trafford. Duncan Edwards adalah gabungan dari The Holy Trinity itu.
Duncan Edwards bisa diselamatkan
saat kecelakaan terjadi, namun meninggal 15 hari kemudian setelah kecelakaan.
Ia bisa bertahan 15 hari itu dengan beberapa luka berat ditubuhnya karena ketangguhan fisiknya.
Dokter yang saat itu menangani Duncan benar-benar kagum karena ketangguhan
fisiknya ini.
Saat dimana jimmy
Murphy ( Asisten Manajer Busby) menengok dan berbincang dengan Duncan di rumah
sakit, Duncan sempat bertanya kepada Murphy: “Jimmy, kapan kick off lawan
Wolves (lawan United selanjutnya)???... Aku tidak boleh melewatkannya !”
Dan Jimmy Murphy hanya
bisa menahan tangis saat itu.
Atau mungkin Tommy
Taylor, striker utama Busby Babes yang merupakan striker yang sangat tajam saat
itu, dia pasti akan menjadi striker terbaik di masanya dengan 191 Apparences
131 Goal..
Dari kehilangan Duncan
Edwards, dan 7 pemain lainnya ini, maka sangat jelas sekali, United benar-benar berada
dalam keterpurukan yang sangat dalam sebagai sebuah klub sepakbola.
Karena umumnya tragedi pada
sepakbola seringkali terjadi pada pendukung atau suporter sebuah klub itu.
Sebut saja tragedi Heysel dan Tragedi Hillsborough. Dua Tragedi ini yang melibatkan
suporter sebagai korbannya. Walaupun sama-sama tragedi, Muncih Air Disaster mempunyai ceritanya
tersendiri, karena korbannya langsung pada pemain dan pelatih.
------
Sebuah novel atau film
pasti akan mempunyai fase dimana biasa disebut sebagai klimaks dan
anti-klimaks. Maka tragedi Munich pun demikian. Hari dimana setelah kejadian
itulah yang menjadi titik balik dari keterpurukkan itu.
Harold Hardman, eks
pemain dan chairman United ketika tragedi Munich terjadi mengatakan :
“
Although we mourn our dead and grieve for our wounded, we believe that our great days are not done for us. The road back may be long and hard but
the memory of those who died at Munich, of their stirring achievements and
wonderful sportmanship ever with us. “
“Manchester United Will Rise Again”
Kutipan emosional itu
diabadikan di bagian dalam lorong tribun bagian selatan yang difungsikan
menjadi sebuah museum. Sementara disisi luarnya, terdapat plakat untuk
mengabadikan nama-nama mereka yang tewas di Munich. Di sebelah atas plakat itu,
terpasang sebuah jam tua tertanggal 6 Februari 1958. Pada waktu tertentu, jam
itu mati tepat menunjuk pada jam 15:04.
---
Manchester United
memulai lembaran baru dengan nyaris hampir seluruh pemain berbakatnya tiada.
Tak ada kesedihan yang mampu menggambarkan kondisi kelam ini. Namun dari cerita
ini, meninggalkan sebuah pelajaran. Bahwa sebuah tragedi memang boleh
ditangisi, tetapi tidak untuk diratapi secara terus menerus.
Setelah tragedi itu, Manchester
United dalam kondisi yang berantakan. Di satu sisi dalam keadaan berduka
setelah bencana, tapi di sisi lain mereka masih harus melanjutkan kompetisi.
Selain kehilangan pemain, MU juga kehilangan sang manajer, Matt Busby yang
harus menjalani perawatan. Dan yang menggantikannya saat itu adalah Jimmy
Murphy, asisten Matt Busby yang tidak ikut terbang ke Munich.
Ketika ia kembali ke
Old Trafford setelah berhasil mengantarkan Wales lolos Piala Dunia untuk
pertama kalinya, dia sedang bersantai sambil menikmati minumannya. Sekretaris
busby, Alma george tergesa-gesa menghampirinya. Alma mengatakan sesuatu namun
sesaat, Murphy tidak bisa menangkap maksud Alma. Murphy mencoba menawarkan
minuman sebelum Alma mengulangi kembali kalimatnya. Murphy tetap tidak bisa
mengerti atau mungkin dia tidak mau percaya dengan apa yang didengarnya. Alma
pun mengulanginya lagi untuk ketiga kali. Kali ini, Alma sudah tidak bisa
menahan air matanya.
Murphy mulai sadar
bahwa Alma mengatakan soal kecelakaan yang baru saja menimpa kawan-kawannya.
Berita itupun mulai memberikan efek kepada dirinya. Murphy kemudian berjalan ke
dalam ruangannya, dan menangis.
Murphy segera terbang
ke Munich untuk menemui rekan-rekannya yang selamat dari kecelakaan tersebut.
Dia pun melihat Busby yang terbaring dengan menggunakan oksigen. Busby hanya
bisa mengatakan satu kalimat kepada Murphy, “Keep The Flag Flying, Jimmy.”
Jimmy Murphy menjadi
pelatih sementara. Dia yang mengemban tugas menangani MU selama Matt Busby
dalam perawatan.
Dengan
caranya sendiri, tentu saja sambil terus memeram duka cita, Murphy bekerja
untuk memastikan United yang “baru” bisa dibangunkan kembali. Membangun lagi
kejayaan dengan menatah, menyungging, dan memahat kembali dari serakan
puing-puing reruntuhan tragedi Munich. Ia mencoba menggelar “ritus”
menghidupkan kembali burung Phoenix dari debu-debu.
Dan
untuk bisa menghidupkan kembali, ia mula-mula harus menghadapi puing-puing itu
sebagai kenyataan. Betapapun pahitnya, karena puing-puing itu menautkan dirinya
dengan ingatan dan kenangan akan rekan-rekannya yang pergi tiba-tiba,
puing-puing itu mesti diterima sebab justru dengan puing-puing itulah segala
yang baru mesti dibangun kembali.
Menerima
dan akhirnya mencintai nasib dan kehidupan dengan segala pahit dan
sedu-sedannya.
Setelah tragedi Munich,
Murphy berhasil mengantarkan united ke final piala FA namun kalah 2-0 dari
Bolton. Dan dari 14 pertandingan liga, MU hanya berhasil memenangkan 1
pertandingan dan mengakhiri musim di peringkat 9. Sedangkan di semifinal Liga
Champions, MU harus kalah dari AC Milan.
Dan seperti yang kita
tahu, 4 tahun kemudian di tahun 1962 Manchester United memulai kembali
kejayaannya. Dengan masih hidupnya Bobby charlton ditambah kedatangan 2 pemain
berbakat seperti Dennis Law dan George Best, Busby Babes generasi kedua,
memiliki pencapaian yang gemilang. Walaupun katanya tak sehebat Busby Babes
generasi pertama, namun mereka berhasil menjuarai piala FA di th 1962/1963,
gelar divisi satu (PL sekarang) 1964/1965 dan 1966/1967, Charity Shield 1967
dan European Cup (Liga Champions) 1968 setelah mengalahkan Benfica. Pencapaian
ini sangat berarti besar bagi mereka, karena terjadi selang beberapa tahun
setelah tragedi Munich terjadi.
---
Dedaunan gugur, langit
pun mulai berganti dengan mendung, lalu hujan turun mengiringi pergantian
senyuman menjadi air mata, hingga awan mendung itu kembali berarak pergi dan
digantikan langit cerah dengan mentari. Rest in Peace. We Won’t Forget. Always
Remembered. Munich Air Disaster.
0 Response to "Mengenang Kembali Tragedi Munich Air Disaster"
Post a Comment